Kenyataan mungkin sering menghenyakkan kita. Tak mengira itu terjadi dekat sekali dengan kehidupan. Berapa sering saya mendengar maksiat di mana-mana, tapi saya hanya beristigfar, lalu melanjutkan hidup seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Terlalu sering.
Ketika ia menimpa padaku, yang kebersamaannya melebih kebersamaan saya dengan keluarga, sepertinya saya tidak terima dan merasa terkhianati. Saya merasa terabaikan. Bagaimana mungkin ia dapat melupakan komitmen sementara saya hadir di sisinya selalu. Membagi suka dan air mata. Meluangkan waktu untuk keluhan-keluhannya yang kini saya kira tak ada guna.
Arti nasehat-nasehat (atau reminder) saya selama ini berarti hampa. Tak ada makna. Tak hentinya saya menyumpah pada diri saya, betapa begitu bodohnya saya tertipu. Tertipu oleh kekasih sendiri. Ya, saya merasa telah dibohongi!
Entah dengan apa saya memahami alasan dirinya. Harus bagaimana saya menjejali otak ini dengan logikanya yang semrawut, setidaknya menurut saya yang masih berusaha mengalirkan asma-Nya dalam tiap gerakan partikel darah ini.
Allahku... sakit rasanya. Tolong obati...
vi**, maaf... aku akan melepaskan dirimu. Terlalu sakit.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home